Belajar Dari Reka-Ulang Keberhasilan Dagang Abdurrahman bin ‘Auf... |
Oleh Muhaimin Iqbal |
Kamis, 14 April 2011 07:45 |
Ketika menonton tayangan sepak bola di televisi kita sering disuguhi tayang ulang dalam bentuk slow motion atau gerak lambat yang menunjukkan bagaimana goal-goal indah itu terjadi. Ketika kita menontonnya langsung, kita hanya tahu suatu goal terjadi – tetapi bagaimana prosesnya sering tidak tertangkap karena biasanya berlangsung dengan sangat cepat. Konon para pelatih sepak bola dan para pemainnya juga menggunakan tayangan gerak lambat ini untuk mempelajari setiap keberhasilan dan juga kegagalan. Untuk keberhasilannya agar bisa diulangi, sedangkan untuk kegagalannya agar bisa dihindari. Dalam mempelajari sejarah kita juga sering hanya tahu garis besarnya saja, tetapi tidak melihat tahap demi tahapnya sehingga bisa mengambil pelajaran secara maksimal dari sejarah tersebut. Dalam sejarah perjuangan ekonomi Islam misalnya, kita sering membaca kisah Abdurrahman bin ‘Auf yang berhijrah ke Madinah dengan meninggalkan rumah dan hartanya di Mekkah. Ketika ditawari separuh harta oleh saudara barunya dari kaum Anshor Sa’ad bin ar-Rabi’ dia menolak dan memilih berdagang ke pasar - tanpa modal awalnya. Namun sejarah kemudian mencatat ketika beliau meninggal 32 tahun kemudian ( 32H ), dia meninggal sebagai konglomerat terkaya di negeri Islam saat itu. Warisan yang ditinggalkan kepada setiap seorang istrinya adalah 80,000 Dinar, sedangkan dia memiliki 4 orang istri dan sejumlah anak. Bila seorang suami meninggal sedangkan dia memiliki anak dan istri, maka warisan seorang istri hanya 1/8 dari harta yang ditinggalkannya. Bila istrinya 4 maka untuk masing-masing istri adalah 1/8 x ¼ atau 1/32 bagian. Karena setiap istri mendapatkan 80,000 Dinar, maka harta yang ditinggalkan Abdurrahman bin ‘Auf saat itu adalah 80,000 x 32 atau 2,560,000 Dinar atau sekitar Rp 4.6 Trilyun untuk nilai Dinar saat ini. Nah yang ingin kita jadikan pelajaran dalam bentuk gerak lambat atau slow motion-nya kali ini adalah bagaimana kira-kira hitungannya – saya buat reka ulang perhitungannya karena tidak ada dalam buku-buku sejarah – berawal dari keberangkatan Abdurrahman bin ‘Auf ke pasar tanpa modal, dan berakhir dengan warisan 2,560,000 Dinar 32 tahun kemudian. Untuk membuat reka ulang ini saya gunakan grafik-grafik logaritmik dibawah. Grafik ini menggambarkan persentase dari hasil bersih usaha yang di re-invest setiap minggu. Saya buat pilihan mulai dari 0.1% s/d 1 %. Penjelasannya begini, bila Anda belajar berdagang dengan modal dagang Rp 100, kemudian berhasil menjual Rp 100 plus keuntungan yang wajar misalnya Rp 5 selama satu minggu dengan hasil bersih yang Anda tambahkan kembali ke modal ( setelah dikurangi biaya dan bagian hasil yang Anda konsumsi – misalnya Rp 4) sebesar Rp 1, maka modal dagang Anda awal minggu berikutnya adalah Rp 101 dst. Pada akhir minggu terakhir tahun pertama, modal Anda sudah menjadi Rp 167,-. Ini karena setahun ada 52 minggu plus apa yang disebut efek compound dari hasil yang Anda reinvestasikan kembali setiap minggu. Dari grafik diatas kita tahu bahwa Anda bisa berdagang nyaris tanpa modal ( anggap saja dengan modal 1 Dinar – supaya hasil perkaliannya tidak nol saja) dan memutar barang dagangan Anda setiap minggu sebesar modal (plus hasil yang di reinvestasikan untuk modal), kemudian dari hasil perdagangan tersebut Anda investasikan sebesar 0.9% dari modal plus hasil yang Anda putar pada minggu tersebut – maka pada akhir tahun ke 32 dari perdagangan Anda insyaallah Anda akan memiliki warisan yang kurang lebih setara dengan warisannya Abdurrahman bin ‘Auf. Apa makna dari reka ulang ini sesungguhnya ?, bahwa keberhasilan perdagangan yang dilakukan oleh Abdurrahman bin ‘Auf adalah sangat masuk akal dan memungkinkan untuk diulangi di jaman ini. Bagaimana konkritnya ?. Anggap Anda memiliki 1 Dinar sekarang ( kalau belum punya bisa pinjam tanpa beban ke BMT Daarul Muttaqiin !), kemudian Anda gunakan untuk kulakan buah-buahan – maka 1 Dinar tersebut insyaallah sudah menjadi buah yang banyak. Lantas dimana menjualnya kembali ?, inilah perlunya ada pasar semacam Bazaar Madinah – karena bila untuk berjualan Anda harus menyewa tempat yang mahal – maka kecil kemungkinannya Anda bisa berdagang dengan modal 1 Dinar. Asumsikan Anda berjualan di Bazaar Madinah dengan buah-buahan senilai awal 1 Dinar tersebut diatas. Agar buah cepat laku, Anda tidak perlu mengambil margin keuntungan yang terlalu tinggi, 10 % insyaallah cukup wajar. Dari hasil penjualan ini, Anda berbagi hasil dengan pengelola Bazaar Madinah 60% untuk Anda dan 40 % untuk pengelola (ganti sewa tempat, kebersihan, kemanan dlsb). Maka masih ada hasil bersih 6% untuk Anda. Dari hasil bersih yang 6 % ini, 5 % Anda konsumsi, untuk biaya transport, infaq dlsb . – dan sisakan 1 % saja untuk di reinvest kedalam modal dagang Anda. Maka memasuki minggu ke 2, modal Anda sudah akan menjadi 1.01 Dinar. Begitu seterusnya sehingga insyaAllah Anda bisa mengikuti jejak keberhasilan Abdurrahman bin ‘Auf di tahun-tahun mendatang. Semudah inikah ?, oh tentu tidak mudah – namun juga tidak mustahil, istilah ustadz saya untuk ini adalah baina mumkin wal mustahil !. Untuk inilah kita dirikan Al Tijaarah Institute sebagi lembaga pembelajaran bersama, agar terbentuk budaya perdagangan yang adil dan mengembangkan keunggulan pedagang-pedagang nan tangguh dan istiqomah mengikuti aturan syariah. Ketika orang ingin belajar dari kesuksesan Abdurrahman bin ‘Auf rata-rata yang ingin diikuti adalah bejalar sukses/kaya –nya saja ; padahal ada yang lebih penting lagi untuk ditiru yaitu bagaimana Abdurrahman bin ‘Auf bisa masuk surga. Maka inilah challenge yang sesungguhnya, tidak apa-apa kaya asal tetap bisa masuk surga !. :) |
0 komentar:
Posting Komentar