Dua hewan dilindungi berhasil lahir selamat di Kebon Binatang (Bonbin) Bandung, Jawa Barat. Dua hewan tersebut -- monyet khas Jawa Barat atau disebut Surili dan kera asal Sumatera atau akrab disebut Si Amang.
Bayi Surili jantan tersebut lahir 5 November lalu dari pasangan Surili bernama Warsih dan Karim. Karena lahir 5 November, Surili tersebut diberi nama Linov. Dia lahir dengan berat badan 0,5 kilogram panjang 50 centimeter.
"Proses kelahirannya lancar. Warsih, induknya mengandung Linov tujuh bulan. Tujuh bulan memang proses kehamilan umumnya Surili," jelas dokter hewan Bonbin Bandung, Efi Sofiyanti, di Bonbin Bandung, Senin 7 November 2011.
Linov merupakan bayi pertama Warsih yang sebelumnya adalah dara. Maka ketika melahirkan Linov, Warsih belum bisa mengurus Linov. Dokter Bonbin berharap orang tua Linov mau mengurusnya.
Namun, setelah mencoba disatukan kandangkan, Linov malah tidak diurus. "Mungkin karena bayi pertama, orang tuanya belum memiliki jiwa keibuan. Jadi saat Linov lahir malah didiamkan," ungkapnya.
Saat ini Linov diasuh bagian rehabilitasi Bonbin Bandung. Sehari-harinya dia ditidurkan di dalam inkubator dengan tenaga listrik hampir 100 watt.
Untuk asupan makanan, Linov diberi susu formula. Usai disusui lewat botol, Linov disimpan ke dalam inkubator seperti halnya bayi manusia yang baru lahir di rumah sakit.
"Awalnya, Linov memang tidak mau diberi susu formula. Kita inginnya dikasih orang tuanya. Tetapi karena diterlantarkan orang tuanya maka kita kasih susu formula," katanya.
Lahirnya Linov membuat koleksi Surili di Bonbin Bandung menjadi empat ekor. Sebelumnya, seekor Surili pernah lahir di kebun binatang yang didirikan sejak jaman Belanda itu. Namun karena Surili termasuk hewan yang sulit dirawat sehingga ia keburu mati.
"Surili juga termasuk hewan pemalu yang sukar diurus manusia. Semoga saja Linov sehat hingga mampu tumbuh dewasa," harapnya.
Efi menyebutkan, Surili merupakan hewan khas Jawa Barat yang keberadaannya dilindungi undang-undang. Saat ini jumlahnya sangat sedikit, hampir punah. Monyet ini biasa ditemukan di daerah Cipatujah, Ciwidey, dan Cianjur Selatan.
"Surili juga ada di Gunung Halimun dan Gunung Gede Pangrango. Tapi populasinya kini sangat sedikit. Jika Linov sehat tentu sangat berarti bagi kelestarian hewan khas Jabar," ujarnya.
Selain Surili, Bonbin Bandung juga berhasil melahirkan seekor bayi jantan kera khas Sumatera. Bayi kera yang belum diberi nama ini lahir dari pasangan Dikdik dan Susi pada 24 Oktober lalu.
"Kondisinya kini sehat, tapi kita belum sempat memberinya nama," kata Efi.
Proses kelahiran hewan yang akrab disapa Si Amang itu berlangsung normal setelah menjalani masa kehamilan tujuh bulan. Selain itu, kera tersebut lahir dari induk yang sudah pernah melahirkan sebelumnya. "Sehingga orang tuanya mau merawat," ujarnya.
Kera merupakan binatang seperti monyet tetapi tak memiliki ekor. Kera menganut perkawinan monogami atau menikah dengan satu suami atau istri. Berbeda dengan Surili yang menganut poliandri.
Saat ini, koleksi Bonbin menjadi tujuh kera, yang terdiri dari enam dan satu betina. Menurut Efi, kera juga termasuk hewan yang dilindungi. Hewan ini berkembang biak di Sumatera. "Di Sumatera populasinya cukup banyak tapi termasuk dilindungi karena keberadaannya juga terancam," katanya.
Ancaman terhadap kelestarian kera terutama disebabkan karena rusaknya habitat atau alam. Misalnya daerah tumbuhnya kera dijadikan lahan pembangunan. "Faktor lainnya, karena kurangnya jenis kelamin tertentu. Misalnya, sekarang kera di sini lebih banyak jantan daripada betina," ujarnya.
Bayi Surili jantan tersebut lahir 5 November lalu dari pasangan Surili bernama Warsih dan Karim. Karena lahir 5 November, Surili tersebut diberi nama Linov. Dia lahir dengan berat badan 0,5 kilogram panjang 50 centimeter.
"Proses kelahirannya lancar. Warsih, induknya mengandung Linov tujuh bulan. Tujuh bulan memang proses kehamilan umumnya Surili," jelas dokter hewan Bonbin Bandung, Efi Sofiyanti, di Bonbin Bandung, Senin 7 November 2011.
Linov merupakan bayi pertama Warsih yang sebelumnya adalah dara. Maka ketika melahirkan Linov, Warsih belum bisa mengurus Linov. Dokter Bonbin berharap orang tua Linov mau mengurusnya.
Namun, setelah mencoba disatukan kandangkan, Linov malah tidak diurus. "Mungkin karena bayi pertama, orang tuanya belum memiliki jiwa keibuan. Jadi saat Linov lahir malah didiamkan," ungkapnya.
Saat ini Linov diasuh bagian rehabilitasi Bonbin Bandung. Sehari-harinya dia ditidurkan di dalam inkubator dengan tenaga listrik hampir 100 watt.
Untuk asupan makanan, Linov diberi susu formula. Usai disusui lewat botol, Linov disimpan ke dalam inkubator seperti halnya bayi manusia yang baru lahir di rumah sakit.
"Awalnya, Linov memang tidak mau diberi susu formula. Kita inginnya dikasih orang tuanya. Tetapi karena diterlantarkan orang tuanya maka kita kasih susu formula," katanya.
Lahirnya Linov membuat koleksi Surili di Bonbin Bandung menjadi empat ekor. Sebelumnya, seekor Surili pernah lahir di kebun binatang yang didirikan sejak jaman Belanda itu. Namun karena Surili termasuk hewan yang sulit dirawat sehingga ia keburu mati.
"Surili juga termasuk hewan pemalu yang sukar diurus manusia. Semoga saja Linov sehat hingga mampu tumbuh dewasa," harapnya.
Efi menyebutkan, Surili merupakan hewan khas Jawa Barat yang keberadaannya dilindungi undang-undang. Saat ini jumlahnya sangat sedikit, hampir punah. Monyet ini biasa ditemukan di daerah Cipatujah, Ciwidey, dan Cianjur Selatan.
"Surili juga ada di Gunung Halimun dan Gunung Gede Pangrango. Tapi populasinya kini sangat sedikit. Jika Linov sehat tentu sangat berarti bagi kelestarian hewan khas Jabar," ujarnya.
Selain Surili, Bonbin Bandung juga berhasil melahirkan seekor bayi jantan kera khas Sumatera. Bayi kera yang belum diberi nama ini lahir dari pasangan Dikdik dan Susi pada 24 Oktober lalu.
"Kondisinya kini sehat, tapi kita belum sempat memberinya nama," kata Efi.
Proses kelahiran hewan yang akrab disapa Si Amang itu berlangsung normal setelah menjalani masa kehamilan tujuh bulan. Selain itu, kera tersebut lahir dari induk yang sudah pernah melahirkan sebelumnya. "Sehingga orang tuanya mau merawat," ujarnya.
Kera merupakan binatang seperti monyet tetapi tak memiliki ekor. Kera menganut perkawinan monogami atau menikah dengan satu suami atau istri. Berbeda dengan Surili yang menganut poliandri.
Saat ini, koleksi Bonbin menjadi tujuh kera, yang terdiri dari enam dan satu betina. Menurut Efi, kera juga termasuk hewan yang dilindungi. Hewan ini berkembang biak di Sumatera. "Di Sumatera populasinya cukup banyak tapi termasuk dilindungi karena keberadaannya juga terancam," katanya.
Ancaman terhadap kelestarian kera terutama disebabkan karena rusaknya habitat atau alam. Misalnya daerah tumbuhnya kera dijadikan lahan pembangunan. "Faktor lainnya, karena kurangnya jenis kelamin tertentu. Misalnya, sekarang kera di sini lebih banyak jantan daripada betina," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar