Sebuah penelitian menunjukkan kepribadian seseorang berkaitan erat dengan pengembangan kariernya di masa depan. Karyawan berkepribadian egois dan agresif mungkin tidak akan mendapat predikat sebagai karyawan paling disukai, tapi mereka cenderung memiliki karier cemerlang.
Sedangkan karyawan dengan kepribadian menarik dan ramah dinilai kurang menarik untuk memperoleh kenaikan jabatan. Karyawan tipe ini juga cenderung diabaikan untuk promosi jabatan. Peneliti menemukan, sifat agresif secara tersirat menunjukkan kekuatan, sementara altruistik dianggap sebagai kelemahan.
Riset dilakukan Kellogg School of Management, Stanford School of Business dan Carnegie Mellon University Tepper School of Business. Studi bertujuan mencari kepribadian yang berkaitan dengan kepemimpinan.
Dalam tiga rangkaian percobaan, peserta ditempatkan dalam kelompok. Para peneliti kemudian menganalisa perilaku yang mewakili mereka, bagaimana seseorang menjaga posisinya dan bagaimana mereka berkontribusi dalam kelompok.
Hasilnya, mereka yang berkepribadian ramah paling populer di kelompok. Namun, mereka juga dianggap paling lemah dan mudah ditipu. Sementara orang yang memiliki perilaku dominan dan agresif dipandang sebagai kepribadian 'alfa' atau seorang pemimpin.
Robert Livingston, dari Kellogg School, mengatakan, "Menjadi seorang yang egois membuat Anda tampak lebih dominan dan membuat Anda tampak lebih menarik sebagai seorang pemimpin, terutama ketika ada kompetisi," katanya kepada Today. Dia menambahkan, "Di bawah sadar orang menyimpulkan kebaikan adalah sebuah kelemahan. "
Livingston percaya, adanya kecenderungan agresivitas dengan kepemimpinan dapat menjelaskan alasan mengapa seseorang melakukan korupsi. "Orang yang cenderung bermoral, baik, dan prososial paling tidak mungkin dipilih untuk peran-peran kepemimpinan," katanya.
"Itu meningkatkan kemungkinan bahwa korupsi dan penyimpangan terjadi karena kita memiliki pemimpin yang salah."
Tapi, Rob Kaplan, mantan Direktur di Goldman Sachs dan profesor di Harvard Business School, tidak setuju dengan konsep tersebut. "Saya tidak percaya bahwa orang bermental buruk menghabiskan waktu untuk menjadi seorang pemimpin. Saya percaya yang terjadi adalah sebaliknya."
Dia menjelaskan, nilai-nilai ideal paling banyak pada calon pemimpin. "Saya tidak menyarankan agar Anda menjadi orang baik untuk menjadi seorang pemimpin. Tapi, saya pikir Anda harus memiliki integritas, nilai, dapat bekerja dengan orang lain, dan menumbuhkan potensi orang," katanya.
Sedangkan karyawan dengan kepribadian menarik dan ramah dinilai kurang menarik untuk memperoleh kenaikan jabatan. Karyawan tipe ini juga cenderung diabaikan untuk promosi jabatan. Peneliti menemukan, sifat agresif secara tersirat menunjukkan kekuatan, sementara altruistik dianggap sebagai kelemahan.
Riset dilakukan Kellogg School of Management, Stanford School of Business dan Carnegie Mellon University Tepper School of Business. Studi bertujuan mencari kepribadian yang berkaitan dengan kepemimpinan.
Dalam tiga rangkaian percobaan, peserta ditempatkan dalam kelompok. Para peneliti kemudian menganalisa perilaku yang mewakili mereka, bagaimana seseorang menjaga posisinya dan bagaimana mereka berkontribusi dalam kelompok.
Hasilnya, mereka yang berkepribadian ramah paling populer di kelompok. Namun, mereka juga dianggap paling lemah dan mudah ditipu. Sementara orang yang memiliki perilaku dominan dan agresif dipandang sebagai kepribadian 'alfa' atau seorang pemimpin.
Robert Livingston, dari Kellogg School, mengatakan, "Menjadi seorang yang egois membuat Anda tampak lebih dominan dan membuat Anda tampak lebih menarik sebagai seorang pemimpin, terutama ketika ada kompetisi," katanya kepada Today. Dia menambahkan, "Di bawah sadar orang menyimpulkan kebaikan adalah sebuah kelemahan. "
Livingston percaya, adanya kecenderungan agresivitas dengan kepemimpinan dapat menjelaskan alasan mengapa seseorang melakukan korupsi. "Orang yang cenderung bermoral, baik, dan prososial paling tidak mungkin dipilih untuk peran-peran kepemimpinan," katanya.
"Itu meningkatkan kemungkinan bahwa korupsi dan penyimpangan terjadi karena kita memiliki pemimpin yang salah."
Tapi, Rob Kaplan, mantan Direktur di Goldman Sachs dan profesor di Harvard Business School, tidak setuju dengan konsep tersebut. "Saya tidak percaya bahwa orang bermental buruk menghabiskan waktu untuk menjadi seorang pemimpin. Saya percaya yang terjadi adalah sebaliknya."
Dia menjelaskan, nilai-nilai ideal paling banyak pada calon pemimpin. "Saya tidak menyarankan agar Anda menjadi orang baik untuk menjadi seorang pemimpin. Tapi, saya pikir Anda harus memiliki integritas, nilai, dapat bekerja dengan orang lain, dan menumbuhkan potensi orang," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar