10 Film Robot Terbaik
HOLLYWOOD dan robot sudah sering bertemu.
Paling anyar, Hollywood membuat film robot perang Transormers: Dark of the Moon yang sedang diputar di bioskop kita. Konon, robot sudah lebih dari 80 tahun di Hollywood. Maestro film bisu Fritz Lang membuat film fiksi ilmiah futuristis Metropolis pada 1927.
Masa itu, kata robot belum lama ditemukan. Makna yang dikandung kata “robot” berarti “pekerja paksa.” Kata robot dipercaya berasal dari bahasa Cheko “robota”. Kata ini dipakai Karel Capek (baca: Chop-ek) dalam drama R.U.R. atau Rossum’s Universal Robots pada 1921.
Transformers 3 bukanlah film robot yang baik jika Anda ingin memahami hakikat robot dan berbagai kompleksitas hubungannya dengan manusia.
Untuk yang terbaik versi kami, silakan cek daftar ini. Harap dipahami, yang kami nilai di sini bukan filmnya sebagai keseluruhan, melainkan bagaimana robot ditampilkan di film itu. Kami juga tak menampilkan 2001: Space Odyssey di daftar ini, karena setelah dipikir-pikir HAL 9000 tak persis robot, melainkan komputer canggih.
10. The Stepford Wives (1975, sutr. Bryan Forbes)Bukan hasil buat ulang tahun 2004 dengan Nicole Kidman sebagai bintangnya. Tapi yang dibintangi Katherine Ross dari era 1970-an. Film ini dianggap paling mendekati karya novel asli Ira Levin. Joanna Eberhart adalah tipe wanita cantik, pintar, dan setara dengan suaminya. Bersama suami dan anaknya, ia pindah dari New York ke kota kecil, Stepford. Di kota itu para istri berlomba jadi istri ideal (patuh, cantik, ingin membahagiakan suami) Kenyataannya, apa yang ada di situ to good to be true. Dalam semangat kebangkitan emansipasi wanita di Amerika pada 1970-an, film ini mengatakan kalau wanita ideal bisa jadi hanya “robot”. Di film ini penjahat sebetulnya bukanlah wanita-wanita ideal yang nyatanya robot itu, melainkan para pria yang mengidamkan punya istri ideal meski tak berjiwa.
9. Alien (1979, sutr. Ridley Scott)Alien dianggap film horor berlatar pesawat ruang angkasa. Alien ganas di film itu memang membuat filmnya lebih pas dibilang film horor. Namun, sebagai fiksi ilmiah film ini meninggalkan jejaknya lewat karakter Ash, seorang dokter/ilmuwan di pesawat yang dihinggapi alien itu. Film ini memberi kejutan kalau Ash ternyata manusia buatan alias robot. Ash robot yang ditanam oleh perusahaan yang tugas utamanya membawa pulang alien meski awak pesawat berisiko mati. Hingga jati diri aslinya terungkap, kita tak pernah menyangka kalau sosok persis manusia itu seorang robot.
8. Star Wars (1977, sutr. George Lucas)George Lucas, pencipta Star Wars, terang-terangan mengakui kalau karakter robot C-3PO dan R2-D2 terinspirasi dari film The Hidden Forstress (1958) karya Akira Kurosawa. Lucas meminjam karakter komikal Tahei dan Matakishi yang jadi pendamping Jenderal Makabe. Saat film lain menggambarkan sosok robot jahat, Lucas bermain-main dengan robot baik yang bersahabat dan menjadi pengikut setia sang jagoan. C-3PO dan R2-D2 bersahabat walau punya sifat bertolak belakang. C-3PO lebih bergaya pelayan yang kikuk dan takut salah, sedang R2-D2, dengan suara elektroniknya, lebih pemberani dan bandel. Kehadiran duo robot ini tak ubahnya punakawan yang muncul dalam kisah-kisah epik besar manusia seperti Mahabharata.
7. The Iron Giant (1999, sutr. Brad Bird)The Iron Giant adalah sisa-sisa film animasi dua dimensi di penghujung kepunahannya. Film ini lahir dari tangan Brad Bird, pembuat film animasi yang membuktikan kalau film kartun bisa menarik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Robot di film ini berasal dari luar angkasa dan jatuh ke bumi ditemukan seorang bocah. Kemudian terjadi persahabatan unik antara bocah manusia dan mesin. Tapi Bird tak hanya menyajikan persahabatan dengan khas kelucuan film animasi semata. Ia membuat film dengan setting Amerika 1950-an. Maka, yang tersaji adalah sebuah mikrokosmos Amerika masa itu lengkap dengan paranoia Perang Dingin, ancaman perang nuklir, McCarthy-isme dan berbagai penanda 1950-an muncul bersliweran memperkaya teks. Walau film ini kalah pamor dari film-film Disney, Bird di kemudian hari dikenal sebagai pembuat animasi komputer jempolan yang melahirkan The Incredibles (2004) dan Ratatouille (2007) untuk Pixar.
6. Terminator (1984) & Terminator: Judgment Day (1991) [Sutr. James Cameron]Sebelum Terminator, robot-robot di film umumnya bergerak kaku meski punya sifat jahat ingin membasmi manusia. Tapi, James Cameron memberi pakem baru kalau robot bisa juga berwujud seperti zombie haus darah yang tak mati-mati. Dengan wujud Arnold Schwarzenegger (di Terminator pertama), Cameron menyajikan robot yang hanya kenal satu misi: membunuh targetnya. Di Terminator kedua, dengan konsep robot pemusnah yang sama, Cameron menyajikan robot yang bukan dari rangkaian mesin dan kabel dibalut kulit, tapi metal cair dan membuat kita bertanya-tanya mungkinkah robot macam ini dikalahkan.
5. I, Robot (2004, sutr. Alex Proyas)Sutradara Alex Proyas menerjemahkan hubungan kompleks antara manusia dan robot di film ini. Apa jadinya, bila suatu saat nanti muncul robot yang “unik” yang melampaui garis batas antara manusia dan mesin? Akankah robot bakal memberontak? I, Robot diangkat dari kisah karya Bapak Fiksi Ilmiah Isaac Asimov yang menelurkan 3 hukum robot. Hukum itu mengatur agar robot tak mencederai manusia. Lewat film ini Proyas lagi-lagi memperlihatkan Tiga Hukum Robot gagal dipraktekkan. Robot lagi-lagi diperlihatkan sebagai penyebab masalah.
4. Robocop (1987, sutr. Paul Verhoeven)Tanpa embel-embel robot, film ini akan jadi sekadar pameran film kekerasan penuh darah. Tapi Robocop lebih dari sekadar itu. Film ini mengadopsi semangat era 1980-an yang mengutamakan keserakahan kapitalisme. Semua hal bisa diwujudkan demi mencapai profit, termasuk menciptakan polisi super dari polisi sekarat untuk membasmi kejahatan. Industri menguasai kepolisian selayaknya lembaga kepolisian adalah cabang perusahaannya. Di tengah ketidakwarasan dan ketamakan industri plus penjahat maniak pembunuh polisi, seorang robot polisi malah jadi sosok paling waras di sini. Pesan ini seolah mengatakan, bukan mesin yang pada akhirnya jadi jahat atau jadi baik, tapi manusia.
3. Blade Runner (1982, sutr. Ridley Scott)Los Angeles, 2019. Robot hadir bak tiruan manusia dan disebut replicant. Namun, tugas robot tetaplah jadi budak di koloni baru. Replicant yang berhasil menyusup ke bumi jadi buruan polisi unit khusus Blade Runner. Syahdan, detektif Blade Runner Rick Heckard (Harrison Ford) bertemu replicant jelita Rachel (Daryl Hannah). Rachel replicant dari model yang lebih canggih dan punya emosi segala. Rachel kemudian juga jatuh hati pada Heckard, pemburunya, yang membuat kita penonton merenung, ketika cinta bisa tumbuh dari makhluk yang katanya tak punya emosi dan robot lebih manusiawi, kita bertanya: siapa robot? Siapa manusia?
2. Wall-E (2008, sutr. Andrew Stanton)Elemen minim dialog di film ini adalah sebuah pencapaian tersendiri. Inilah film yang mengembalikan film pada hakekatnya semula: sebagai gambar bergerak. Tapi selain itu, Wall-E sejatinya adalah kisah cinta yang mungkin pernah terjadi pada manusia pertama di bumi. Robot Wall-E bisa kita ibaratkan Adam yang akhirnya bertemu Hawa (robot cewek di sini dinamai EVE). Film ini tak pernah menjelaskan bagaimana dalam evolusi 700 tahun robot akhirnya bisa jatuh cinta. Namun, kisah cinta Wall-E dan EVE terbukti membuat siapa saja jatuh cinta dengan kisahnya.
1. A.I: Artificial Intelligence (2001, sutr. Steven Spielberg)Bagaimana bila dua sutradara besar, Steven Spielberg dan Stanley Kubrick berkolaborasi? Tunggu, memangnya mereka pernah kerja bareng? Memang tidak. Tapi bisa dibilang, film ini adalah hasil kerja Spielberg dan Kubrick. Selama bertahun-tahun keduanya saling lempar siapa lebih pas membuat film ini. Dua maestro itu punya ciri bertolak belakang. Kubrick kerap menggali kenihilan dan sinisme terhadap sisi kehidupan manusia. Sedang Spielberg—kecuali dalam filmnya yang serius, Saving Private Ryan dan Schindler's List—jago dalam film populis yang renyah dengan teknik visual efek spektakuler. Akhirnya Spielberg yang menggarap, dua tahun setelah Kubrick meninggal. Hasilnya, A.I. adalah persembahan Spielberg bagi sahabatnya itu. Kita tetap menemukan ciri khas Spielberg yang dengan renyah menyajikan kisah bocah robot yang ingin jadi manusia dalam pameran efek vusual yang indah. Tapi, kedalaman Kubrick berfilosofis lewat sinema juga tak sirna. Film ini juga mengisahkan kehampaan manusia, juga tentang kecemberuan, iri dengki, dan pencarian jati diri.